Rabu, 26 Maret 2014

KEMBALIKAN PENDIDIKAN KE PUSAT


FORUM GURU
Oleh: Yayan Heryanda


Kemendikbud sebagai penanggung jawab di tingkat pemerintah pusat kesulitan dalam mengawasi  pendidikan akibat kewenangan pemerintah daerah mengelola pendidikan  semenjak diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004.


Kembalikan Pendidikan ke Pusat

         Permasalahan pendidikan  yang timbul saat ini adalah bagaimana upaya pemerintah pusat selaku perencana dan pembuat kebijakan pendidikan nasional mengawasi kebijakan tersebut sampai ke sekolah yang saat ini berada dalam kewenangan pemerintah daerah.
           Kebijakan pendidikan nasional yang dibuat pemerintah pusat berupa perundang-undangan, peraturan pemerintah, bahkan peraturan menteri selalu berbenturan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah setingkat peraturan walikota/bupati. Akibatnya muncul keterlambatan, kesenjangan, dan politisasi dalam pelaksanaan pendidikan di daerah. Hal ini, dikhawatirkan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pendidikan di sekolah dan menurunkan kinerja guru dalam kapasitasnya sebagai ujung tombak pelaksana pendidikan nasional.
Pemerataan jumlah guru, pemetaan tugas mengajar guru,  politisasi guru, keterlambatan dan perbedaan tunjangan guru, output pendidikan yang menekankan pada hasil UN sebagai keberhasilan daerah, kondisi sarana dan pra sarana sekolah, pengawasan penyaluran dana bantuan operasional sekolah (BOS) dan dana alokasi khusus/umum (DAK/DAU) yang bersumber dari APBN, mekanisme penerimaan peserta didik baru (PPDB). Sebagian contoh tersebut merupakan hasil atau produk dari panjangnya birokrasi yang bersumber pada kewenangan dalam menetapkan arah kebijakan pendidikan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Seharusnya dengan adanya otonomi daerah birokrasi makin mudah dan cepat.
Tidak jarang program pendidikan yang digulirkan Kemendikbud berbenturan dengan kepentingan program daerah yang pada akhirnya menghambat dalam pelaksanaannya. Seperti, wajib belajar 12 tahun yang bebas biaya/gratis dan penerapan kurikulum 2013 yang seharusnya sudah dimulai pada akhirnya bergantung kepada kesiapan daerah.
 Pendidikan jangan dijadikan komoditas politik,  karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia. Pendidikan merupakan kebutuhan dasar hidup manusia yang harus mendapat perhatian penuh dari Negara. Pemerintah pusat mempunyai tanggung jawab dan peranan dalam mengawal tujuan pendidikan nasional sesuai yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-undang pemerintah daerah, UU No. 32 Tahun 2004, memberikan otonomi seluas-luasnya bagi daerah untuk mengelola pendidikan. Bagaimana dampaknya, jika kewenangan pendidikan dilimpahkan kepada pemerintah daerah ? Semua telah kita lihat dan rasakan bersama.
Kebijakan pendidikan yang diserahkan ke pemerintah daerah akan memunculkan pendidikan di negeri ini terkotak-kotak yang dapat menumbuhkan kesenjangan dan perbedaan yang semakin lebar. Semangat Bhineka Tunggal Ika harus menjadi  landasan bagi pendidikan untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Artinya, bermacam perbedaan dalam melaksanakan pendidikan di daerah,  tetap harus mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Sebelum pendidikan ini terpuruk lebih dalam, pemerintah pusat secepatnya mengambil alih kembali kewenangan pendidikan ke pusat. Semoga revisi UU No. 32 Tahun 2004 menjadi penyelamat pendidikan kita untuk masa sekarang dan di masa yang akan datang.
             

                                                                                          Penulis, guru di SMPN 43 Bandung