Rabu, 14 September 2011

FORUM GURU

Dipublikasikan di Harian Umum PIKIRAN RAKYAT

FORUM GURU
Oleh: Yayan Heryanda, S.Pd.


          Sertifikasi guru dalam jabatan melalui Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) memiliki nilai positif dalam upaya pengembangan profesionalisme guru untuk meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan.




Sertifikasi Guru Melalui PLPG Memiliki Nilai Positif

        Sertifikasi guru merupakan wujud implementasi dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Isi dari undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut menyatakan  bahwa guru sebagai tenaga pendidik profesional wajib memiliki kualifikasi akademis, kompetensi guru, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Diharapkan melalui sertifikasi guru dapat berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan guru berupa pemberian tunjangan guru, meningkatkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan.
            Pelaksanaan sertifikasi guru pada tahun 2011 diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Nomor 11 Tahun 2011 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan. Dalam peraturan mentri dinyatakan bahwa sertifikasi guru dilaksanakan melalui : Penilaian portofolio, Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG), Pemberian sertifikat pendidik secara langsung, atau Pendidikan Profesi Guru (PPG). Adapun sertfikasi guru diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang menyelenggarakan program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Mentri. Pada pelaksanaan sertifikasi guru tahun 2011 memiliki perbedaan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, di mana jumlah untuk peserta yang mengikuti Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) lebih besar dari peserta yang mengikuti Penilaian Portofolio sekitar 10 % dari kuota guru peserta sertifikasi guru untuk masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
            Bertahun-tahun seorang guru mengajar dan mentranformasikan ilmu kepada peserta didik, adakalanya kita merasakan kejenuhan dalam menghadapi segudang permasalahan yang membelenggu yang sulit dipecahkan oleh seorang guru, diantaranya :  kurikulum yang berubah-ubah, kemampuan akademis tidak sesuai dengan perkemangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana dan prasarana pendukung kegiatan pembelajaran yang minim, kemampuan penyusunan program pembelajaran, mencari metode pembelajaran yang tepat dengan keheterogenan peserta didik, alat evaluasi yang sesuai dengan kompetensi peserta didik, hasil belajar peserta didik yang tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM), tuntutan peningkatan mutu pendidikan dengan biaya murah atau sekolah gratis, tuntutan nilai hasil ujian nasional (UN), diperparah lagi dengan tunjangan profesi guru yang tidak mencukupi kebutuhan hidup, dan sebagainya. Dengan mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru ternyata banyak manfaat dan ilmu yang diperoleh terutama dalam menggali kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Di sini kita dapat menyerap ilmu, berbagi dan bertukar pengalaman dengan nara sumber dan  teman sejawat dalam mengatasi permasalahan.   
        Mengikuti pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) diharapkan guru untuk jujur mengakui kelemahan dan kekurangan kompetensi yang dimilikinya sehingga dengan bekal pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh mampu memperbaikinya. Selama mengikuti PLPG di Rayon 110 yang diselenggarakan oleh Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bertempat di Pusdik Pos Bandung memiliki nilai positif dalam pengembangan profesionalisme guru dan diharapkan peserta dapat memahami kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru profesional, diantaranya :
1) Sosial :
    (1) Menjadi ajang silaturahim, di mana peserta bertemu kembali dengan para dosen dan
          teman-teman pada saat masih di bangku kuliah.
    (2) Berkomunikasi lisan, tulis, dan isyarat secara santun dengan nara sumber, panitia, dan
          teman sejawat.
    (3) Bergaul secara efektif dengan peserta pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG).
    (4) Bergaul secara santun dengan  panitia penyelenggara dan pengurus mesjid (DKM).
    (5) Menerapkan prinsip persaudaraan sejati dan semangat kebersamaan dengan teman
          sejawat, teman satu kelompok, dan peserta PLPG.
2) Pedagogis :
    Peserta belajar dan berlatih materi-materi : Pengembangan profesionalisme guru, Pendalaman
    materi ajar, Metodologi pembelajaran, Workshop PTK dan KTI, Workshop bahan ajar,
    Workshop media pembelajaran, Workshop alat evaluasi, Workshop Silabus dan RPP, dan
    Latihan praktik mengajar.   
3) Kepribadian :
    Secara obyektif peserta PLPG mengevaluasi kinerja sendiri dan mengembangkan diri secara
    mandiri dan berkelanjutan untuk menjadi guru yang memiliki kepribadian : beriman dan
    bertakwa, berakhlak mulia, arif dan bijaksana, demokratis, mantap, berwibawa, stabil,
    dewasa, jujur, sportif, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
4) Profesional :
    Belajar menggali potensi atau kemampuan dalam menguasai bidang ilmu pengetahuan,
    teknologi, seni dan budaya yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan:
    (1) Materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai dengan standar isi, program satuan
          pendidikan, mata pelajaran, dan kelompok mata pelajaran.
    (2) Konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, dan seni.
            Semoga pengalaman ini dapat memberi semangat kepada rekan-rekan guru yang belum mendapat giliran untuk melaksanakan pendidikan dan latihan profesi guru (PLPG) dan asumsi dari seorang peserta bahwa sertfikasi guru melalui PLPG memiliki nilai positif dalam upaya pengembangan profesionalisme guru sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah dan mutu pendidikan di Indonesia.



                                                               Penulis, guru Matematika SMP Negeri 43 Bandung,
                                                            Peserta PLPG Matematika Angkatan V UPI Bandung.

FORUM GURU

Dipublikasikan di Harian Umum PIKIRAN RAKYAT

FORUM GURU
Oleh: Yayan Heryanda


          Untuk menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar memerlukan alokasi pendanaan yang cukup besar agar penyelenggara pendidikan dapat memberikan pelayanan pendidikan gratis  yang  bermutu




Menuju Wajib Belajar yang Berkeadilan

            Program wajib belajar pendidikan dasar (wajardikdas 9 tahun) sebenarnya telah dicanangkan pemerintah jauh-jauh hari sebelumnya, hal ini tampak terasa manakala anak-anak yang berusia tujuh sampai lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Realisasi UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah bergulir seiring perubahan jaman yang sangat cepat. Dalam perjalanan tersebut pemerintah dan pemerintah daerah nyaris mengabaikan alokasi anggaran pendidikan sehingga sebagian besar pendanaan operasional penyelenggara pendidikan di jenjang pendidikan SD sampai SMP merupakan hasil partisipasi masyarakat. Dimenangkannya tuntutan PGRI di Mahkamah Konstitusi tentang alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% ternyata masih berupa fatamorgana bagi penyelenggara pendidikan dan masyarakat. Lahirnya PP Nomor 47 Tahun 2008 tentang Wajib Belajar dan PP Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan, membuat semua kalangan terhenyak akan kealpaan selama ini
Kita harus belajar dari negara-negara yang telah menomorsatukan anggaran pendidikan dari segala sumber anggaran dalam anggaran pemerintah, di mana pendidikan merupakan aset kehidupan berbangsa dan bernegara. Setiap warganegara  dapat menikmati pendidikan dengan pembiayaan ditanggung oleh pemerintah. Peranan pemerintah terhadap dunia pendidikan sangat besar dalam mencerdaskan warganegaranya.    Akibat dari kebijakan tersebut ternyata negara-negara yang tadinya lemah dalam penerapan ilmu dan penguasaan teknologi, sekarang telah mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berada pada posisi yang sejajar dengan negara-negara maju. Hasil dari majunya sistem pendidikan, ternyata dapat mengangkat perekonomian negara dan memperkuat ketahanan berbangsa dan bernegara.
Ramainya perbincangan tentang wajib belajar dengan “biaya pendidikan gratis”, tidak lepas dari tuntutan masyarakat terhadap perkembangan dimensi politik yang digulirkan selama ini. Masyarakat menuntut janji dari berbagai statement yang dilontarkan oleh para “calon” apabila terpilih dalam pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah, sehingga dunia pendidikan praktis dijadikan muatan politik. Hal tersebut terjadi tanpa menghitung kemampuan sumber dana anggaran pemerintah dalam mengalokasikan  sumber daya  pendidikan. Masyarakat menginginkan segera direalisasikannya biaya pendidikan gratis, mengingat  biaya  pendidikan disetiap penyelenggara pendidikan dirasakan mahal oleh sebagian masyarakat yang menginginkan pendidikan bermutu.
Lahirnya PP Nomor 47 tentang Wajib Belajar dan PP Nomor 48 tentang Pendanaan Pendidikan merupakan awal dari rencana pemerintah dalam pendidikan dasar dengan sistem pembiayaan pendidikan ditanggung oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Hal ini berdampak pada penghapusan Dana Sumbangan Pendidikan (DSP) pada jenjang pendidikan dasar yang berasal dari partisipasi masyarakat. Akibat dari ini, memunculkan berbagai pertanyaan, antara lain :
  1. Sanggupkah pemerintah dan pemerintah daerah  menjamin biaya pendidikan dasar yang benar-benar gratis ?
  2. Bagaimana peranan masyarakat dari golongan ekonomi mampu, yang selama ini berpartisipasi dalam subsidi silang ?
  3. Akankah pendidikan bermutu dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat ?
  4. Bagaimana dengan tingkat kesejahteraan para pendidiknya ?
Hal ini merupakan Pekerjaan Rumah (PR) bagi penentu kebijakan dan harus ada penyelesaian yang komprehensif antara lembaga edukatif, eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam merealisasikan  PP Nomor 47 dan PP Nomor 48 Tahun 2008 sehingga penyelenggara pendidikan dapat memberikan pelayanan pendidikan bermutu bagi masyarakat.
            Kemampuan anggaran setiap pemerintah daerah akan berbeda dalam menyukseskan program wajib belajar pendidikan dasar terutama dalam alokasi anggaran pendidikan, oleh karena itu partisipasi masyarakat harus tetap ada. Masyarakat dari golongan ekonomi mampu harus terlibat dalam hal mencukupi anggaran sekolah, jika anggaran dari pemerintah dan pemerintah daerah minim. Sekolah yang berkualitas dan bermutu sangat memerlukan pendanaan yang cukup besar. Idealnya pengertian biaya gratis yang tepat adalah “gratis terbatas” atau “sekolah murah bermutu”. Hal ini akan terasa sekali terutama bagi penyelenggara pendidikan yang bertaraf  Sekolah Standar Nasional (SSN) dan  Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) yang berada di kota-kota besar. Peranan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan dalam memberi pelayanan pendidikan yang bermutu. Kita berharap Wajardikdas 9 tahun dapat ditunjang oleh pendanaan pendidikan yang “berkeadilan”, di mana pendanaan pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat dari golongan ekonomi mampu.
            Seyogyanya pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan harus segera melakukan pemetaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) disetiap penyeleggara pendidikan dasar. Agar dapat diketahui besaran riil Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) di setiap jenjang pendidikan yang mengacu pada SPM, sebagai bahan alokasi anggaran pendidikan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
            Itikad baik dari pemerintah dan pemerintah daerah untuk menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar dengan merealisasikan anggaran pendidikan 20% dan merealisasikan kesejahteraan bagi para pendidik seperti yang tercantum dalam UU Nomor  14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, sangat diharapkan oleh penyeleggara pendidikan dan masyarakat, kami tunggu !.
             


Penulis, guru SMP Negeri 43 Bandung,
Ketua Komite SD Negeri Dayeuhkolot IV.